1.Museum Fatahillah
Gedung Museum Sejarah
Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen
sebagai gedung balai kota kedua pada tahun 1626 (balai kota pertama dibangun
pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini
hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun
1648 kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya
gedung menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada,
tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah
sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung
utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan
Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan
penjara-penjaranya terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang kita lihat
sekarang ini.
Selain digunakan
sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’
(dewan pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai
Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon.
Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu diubah
kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan
kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada
tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umumnya di
Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan
‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC
‘'’Johannes Rach”’ yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di tengah lapangan tersebut
terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi
masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan
dengan pipa menuju stadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan penggalian
terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan
pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai
gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah.
Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan
memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima
Fatahillah pendiri kota Jakarta.
2.Ancol
Ancol adalah suatu kata
yang berasal dari bahasa Sunda. Menurut
Kamus Sunda-Inggris A Dictionary of the Sunda Language of Java yang
diterbitkan oleh Jonathan
Rigg di Batavia pada tahun 1862,
kata ancol mengandung arti tanah semenanjung. Orang Sunda dulu menggunakan kata
ancol untuk menamai kawasan di sebelah timur kota tua Jakarta. Naskah Kuno
Sunda Bujangga Manik
menyebutkan wilayah ini saat dia menempuh perjalanan dari pelabuhan Sunda Kalapa ke Pajajaran.
Letak strategis kawasan
ancol rupanya sudah dimanfaatkan jauh sebelum kedatangan VOC,
yaitu pada masa agama Islam mulai tersebar di daerah pesisir Kerajaan Sunda.
Dalam naskah koleksi Perpustakaa) Nasional koropak nomor 406, yaitu naskah
Carita Parahiyangan, Ancol disebut-sebut sebagai salah satu lokasi medan perang
disamping Kalapa, Tanjung, Wahanten dan tempat-tempat lainnya pada masa pemerintahan
Prabu Surawisesa yang masih memeluk agama Hindu
(1521-1535).
Kata ancol juga
digunakan untuk menamai suatu kawasan kelurahan di Bandung. Penggunaan kata
ancol kemudian berkembang untuk menamai apartemen dan lain-lain.
3.Monumen Nasional (Monas)
Setelah pusat pemerintahan
Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di
Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan
pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di
lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan
mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi
kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme
generasi saat ini dan mendatang.
Pada tanggal 17 Agustus 1954
sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional
digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi
hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang
ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan
dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960
tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua
juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno.
Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen
itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi
rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat
besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi
saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan
menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno
kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu.
Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945
memulai Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.[1][2][3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian
dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban
dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.
4.Pantai Kuta (Bali)

Pantai Kuta adalah sebuah tempat pariwisata yang terletak di sebelah
selatan Denpasar, ibu kota Bali,
Indonesia. Kuta terletak di Kabupaten Badung. Daerah ini merupakan sebuah
tujuan wisata turis mancanegara, dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau
Bali sejak awal 70-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) sebagai
lawan dari pantai Sanur.
Sebelum menjadi objek
wisata, Kuta merupakan sebuah pelabuhan dagang. Di mana produk dari lokal
diperdagangkan kepada pembeli dari luar Bali. Pada abad ke-19, Mads Lange,
seorang pedagang Denmark, datang ke Bali dan mendirikan basis perdagangan di
Kuta. Keahliannya dalam bernegosiasi, membuat Mads Lange sebagai pedagang yang
terkenal antara raja-raja Bali dengan Belanda.
Hugh Mahbett juga telah
menerbitkan sebuah buku berjudul “Praise to Kuta” yang berisi ajakan kepada
masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas akomodasi wisata. Tujuannya
untuk mengantisipasi ledakan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Buku itu
kemudian menginspirasi banyak orang untuk membangun fasilitas wisata seperti
penginapan, restoran dan tempat hiburan.
Di Kuta terdapat banyak
pertokoan, restoran dan tempat permandian serta menjemur diri. Selain keindahan
pantainya, pantai Kuta juga menawarkan berbagai macam jenis hiburan lain
misalnya bar dan restoran di sepanjang pantai menuju pantai Legian. Rosovivo, Ocean
Beach Club, Kamasutra, adalah beberapa club paling ramai di
sepanjang pantai Kuta.
5.Tangkuban Perahu
Asal-usul Gunung
Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada
ibunya, Dayang Sumbi. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi
mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat perahu dalam semalam. Ketika
usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat
dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban
Parahu.
Gunung Tangkuban Parahu
ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa
kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda
aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air
panas di kaki gunungnya, di antaranya adalah di kasawan Ciater, Subang.
Keberadaan gunung ini
serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan
gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga besar yang
kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan
dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m di atas permukaan
laut merupakan sisa dari danau besar yang terbentuk dari pembendungan Ci Tarum
oleh letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu
merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat
dilihat pada Gunung Krakatau di
Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita
masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan
Gunung Sunda Purba terhadap peristiwa pada saat itu.
6.Lawang
Sewu
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904
dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat
menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut
memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu
yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki
banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga
masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah
berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta
Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api
Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana
Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro)
dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian
Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki
catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran
lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945).
Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai,
Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota
Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan
kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua
tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh
Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero
7.Taman Mini Indonesia Indah

Gagasan pembangunan
suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini
dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang
lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu
pertemuan di Jalan Cendana no. 8 Jakarta pada tanggal 13 Maret 1970.
Melalui miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta
tanah air pada seluruh bangsa Indonesia.[2] Maka dimulailah suatu proyek yang
disebut Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang
dilaksanakan oleh Yayasan
Harapan Kita.
TMII mulai dibangun
tahun 1972 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975.
Berbagai aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi
modern diperagakan di areal seluas 150 hektare. Aslinya topografi TMII agak
berbukit, tetapi ini sesuai dengan keinginan perancangnya. Tim perancang
memanfaatkan ketinggian tanah yang tidak rata ini untuk menciptakan bentang
alam dan lansekap yang kaya, menggambarkan berbagai jenis lingkungan hidup di
Indonesia.[2]
8.Museum Satria Mandala
Museum Satria
Mandala adalah museum sejarah perjuangan Tentara Nasional
Indonesia yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Museum yang diresmikan pada tahun 1972
oleh mantan Presiden Indonesia, Soeharto ini awalnya adalah
rumah dari salah satu istri mantan Presiden Indonesia, Soekarno, yaitu istrinya yang bernama Ratna Sari Dewi
Soekarno. Dalam museum ini dapat ditemui
berbagai koleksi peralatan perang di Indonesia, dari masa
lampau sampai modern seperti koleksi ranjau, rudal, torpedo, tank,
meriam bahkan helikopter dan pesawat terbang (satu diantaranya adalah pesawat
Cureng
yang pernah diterbangkan oleh Marsekal Udara Agustinus
Adi Sucipto).
Selain itu museum ini
juga menyimpan berbagai berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan TNI
seperti aneka senjata berat maupun ringan, atribut
ketentaraan, panji-panji dan lambang-lambang di lingkungan
TNI. Selain itu di museum ini dipamerkan juga tandu
yang dipergunakan untuk mengusung Panglima Besar Jenderal Soedirman saat beliau bergerilya dalam keadaan
sakit melawan pendudukan kembali Belanda pada era 1940-an.
Masih dalam kompleks
Museum TNI Satriamandala ini terdapat juga Museum Waspada Purbawisesa yang
menampilkan diorama ketika TNI bersama-sama dengan rakyat
menumpas gerombolan separatis DI/TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh,
Kalimantan Selatan
dan Sulawesi Selatan
pada ear tahun 1960-an. Fasilitas lainnya yang ada di Museum TNI Satriamandala ini
antara lain adalah Taman Bacaan Anak, Kios Cinderamata, Kantin serta Gedung
Serbaguna yang berkapasitas 600 kursi.
9.Gunung Bromo
Gunung Bromo (dari bahasa Sanskerta: Brahma, salah seorang
Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling
terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik
karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.
Bromo mempunyai
ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah,
yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo
bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas
sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai
sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter
(timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4
km dari pusat kawah Bromo.
10.Museum Gajah
Museum Gajah banyak
mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi
adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno
lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan
ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan
benda berharga.
Catatan di website
Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksi
telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini
dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksi
museum sudah melebihi 140.000 buah, meskipun hanya sepertiganya yang dapat
diperlihatkan kepada khalayak.
Sebelum gedung Perpustakaan Nasional
RI yang terletak di Jalan Salemba No. 27, Jakarta Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah
juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno.
Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini
disimpan di Perpustakaan Nasional.
Sumber koleksi banyak
berasal dari penggalian
arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian.
Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup lengkap.
Koleksi yang menarik
adalah patung Bhairawa. Patung yang tertinggi di Museum
Nasional ini (414 cm) merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di Bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri di atas
mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir terbuat dari tengkorak di
tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya. Diperkirakan,
patung yang ditemukan di Padang
Roco, Sumatera Barat ini
berasal dari abad ke 13 - 14.
Koleksi arca Buddha tertua
di museum ini berupa arca Buddha Dipangkara
yang terbuat dari perunggu disimpan dalam Ruang Perunggu dalam kotak kaca tersendiri.
Sementara itu, arca Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu
Cibuaya (sekitar abad ke-4 M) terletak di Ruang Arca Batu.
Koleksi ini dipajang tanpa teks label dan terhalang oleh arca Ganesha dari Candi Banon.